Rumoh Aceh Terancam Punah
RUMAH adat Nanggroe Aceh Darussalam yang terkenal dengan nama Rumoh Aceh, dari waktu ke waktu terancam punah. Para seniman dan arsitek Rumoh Aceh melihat kecenderungan bangunan baru dengan arsitektur khas Aceh makin ditinggalkan. Orang berduit makin menyenangi bentuk rumah perpaduan modern dengan arsitektur Eropa kuno, misalnyaa pintu dan jendela dibuat bergaya Spanyol.
Orang Aceh sebetulnya masih bisa berbangga karena meski orang Aceh sendiri tidak menyukai lagi bentuk Rumoh Aceh, namun kantor-kantor pemerintah, perbankan, di berbagai kota di Aceh mengkombinasikan bangunan baru yaang bertingkat dengan gaya bagian-bagian tertentu dari Rumoh Aceh, misalnya bagian atap, teras, dan konstruksi tiang- tiang yang bulat.
Rumoh Aceh yang asli makin langka. Yang masih bertahan mungkin beberpa Rumoh Aceh peninggalan keluarga Raja-raja Aceh, orang-orang kaya atau para Ulee Balang. Di desa, Rumoh Aceh, boleh dikata tak ada lagi. Rumah-rumah baru yang tumbuh di berbagai desa dan kota, adalah rumah biasa diatas tanah. Kalaupun ada rumah panggung, bentuknya tidak legi seperti bentuk asli Rumoh Aceh.
Utoh Syafie, seorang yang memiliki keahlian membangun Rumoh Aceh dan berdomisili di Peukan Pidie, Sigli, mengeluh karena sudah bertahun-tahun ia tidak mendapat order untuk membangun Rumoh Aceh. Akhirnya ia juga terpaksa meninggalkan keahliannya yang telah langka itu, dan beralih menjadi utoh rumah bergaya modern.
Di persimpangan jalan Peukan Pidie - Sigli terdapat sebuah Rumoh Aceh peninggalan tahun 1800-an, terbuat dari bahan kayu jati tebal dengan tiang-tiang kayu bulat yang kokoh. Itulah satu-satunya lagi Rumoh Aceh asli dan bekas rumah Keluarga Raja-raja Pidie yakni Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) yang kemudian dihuni oleh beberapa keturunannya.
Akan tetapi Rumoh Aceh besar yang bentuk aslinya menggunakan 80 buah tiang ini telah lama kosong, semenjak keluarga pemilik rumah pindah karena pekerjaannya di Jakarta dan di luar negeri. Namun para ahli waris Rumoh Aceh mantan Raja-jaja Pidie ini tetap di rawat dan ada yang menjaganya. Sutradara Film Sejarah Pahlawan Nasional Tjut Nyak Dien dalam Perang Aceh - Belanda, Eros Djarot, menggunakan Rumoh Aceh ini untuk beberapa bagian filmnya itu.
Menurut Syafie ongkos membangun Rumoh Aceh yang sedang pada masa sekarang Rp 20 Juta, bahan-bahan kayu, atap daun rumbia yang bagus dan semua bagian rumah bisa menghabiskan uang lebih Rp 75 Juta. Kalau yang besar, tidak kurang Rp 300 Juta. "Mungkin karena mahal dan sulitnya mencari bahan kayu untuk tiang, papan tebal untuk lantai dan bara-bara, maka orang sekarang lebih mudah dan hemat membangun rumah permanen", kata Syafie.
Surya Ismail, arsitek lulusan Universitas Tri Sakti yang kelahiran Padangtiji dan bekerja sebagai konsultan dan desainer untuk kontruksi rumah-rumah tradisional di Jakarta mengakui kalau ongkos membangun Rumoh Aceh yang bahannya semua kayu pilihan amatlah mahal sekarang ini. Namun demikian, soal arsitektur, konstruksi aslinya, gaya dan desainnya tidak akan hilang begitu saja karena gambar- gambarnya sudah dibukukan atau disimpan dalam paket-paket arsip elektronik (CD).
Konstruksi Rumoh Aceh unik, banyak tiang dan tingginyaa sampai empat meter dari tanah, atap rumbia berlapis-lapis. Dibangun tanpa paku, lembaran atap rumbia diikat dengan rotan atau tali ijuk. Ternyata mampu bertahan lebhi 100 tahun. Sedang keunikan nilai sosial-budayanya: kehidupan berkelompok dalam rumah besar yang dihuni satu atau dua kepala keluarga (KK).
Rumoh Aceh biasanya terdiri dari dua kamar tidur (rumoh inong), ruang tamu dengan jendela kecil dan daun pintu yang rendah. Dibagian tengah juga ada ruangan untuk tempat keluarga duduk bersama, dan dibagian belakang terdapaat ruang lebar untuk tempat penyimpanan padi dan barang-barang rumah tangga. Sedang di ruang paling belakang terdapat dapur.
Di Banda Aceh Rumoh Aceh peninggalan lama yang masih dipertahankan adalah bekas Istana Sultan Iskandar Muda yang kini menjadi Pendopo kediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, Meuseum Nanggroe Aceh Darussalam yang dibangun tahun 1970-an, berbentuk Rumoh Aceh. Romoh Aceh yang asli juga memiliki lumbung padi, dan balai-balai di halamannya. ***
HILANGNYA kelanjutan Rumoh Aceh sebagai salah satu peninggalan kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam, adalah kehilangan besar yang tidak hanya berbentuk rumah. Perubahan bentuk Rumoh Aceh menjadi rumah-rumah dengan arsitektur modern sekarang, sebetulnya perlahan-lahan akan menghilangkaan pula beberapa hal dalaam adat istiadat perkawinan Aceh.
Rumoh Aceh tidak bisa dipisahkan dari episode-episode acara adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Karena itu dalam Rumoh Aceh ada "Rumoh Inong", dan ada berbagai perlengkapan yang khusus untuk perkawinan. "Jika Rumoh Acehnya hilang, maka pastilah bakal ada bagiaan adatnya yang lama-lama akan hilang juga", kata Mohd Rizal, budayawan dan guru seni tari Aceh di Lhokseumawe.
Gerakan Masyarakat Aceh Darussalam (Gema Assalam) bisa dijadikan momentum untuk menghidupkan dan menggali kembali adat dan kebudayaan NAD yang telah hilang ditelan masa seperti menghilangnya Rumoh Aceh. Gema Assalam dicanangkan sebagai bentuk permukiman baru yang memiliki fasilitas kota. Misalnya kalau di kota kabupaten atau kecamatan ada telepon SLJJ maka di kota Gema Assalam juga ada telepon SLJJ, juga demikian fasilitas listrik, air bersih, sekolah, pasar, dan juga transportasinya
Para seniman di Banda Aceh berpendapat Rumoh Aceh dan desa adat sebagai tatanan kehidupan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam jangan dicemari oleh kegiatan-kegiatan berbau politik. Desa adat harus dibiarkan dalam fungsi awalnya sebagai payung masyarakat.
Kegiatan-kegiatan politik jangan sampai membuat kelompok-kelompok di masyarakat menjadi saling berbeda, bahkan cenderung bermusuhan. Orang -orang tua mengingatkan,"Matee aneuk mupat jeurat,matee adat pat tamita ". *Basri Daham